Thursday, January 15, 2015

Good Corporate Governance

Istilah Corporate Governane pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager dkk., 2003). Definisi Good Corporate Governance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori stakeholder adalah sebagai berikut : “A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities” (seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.

Pengertian lain menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.

Good Corporate Governance di Indonesia mulai ramai dikenal pada tahun 1997 saat terjadi krisis ekonomi Indonesia. Terdapat banyak akibat buruk dari krisis tersebut, salah satunya banyaknya perusahaan yang  jatuh karena tidak mampu bertahan, Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang efeknya masih terasa hingga saat ini. Menyadari situasi ini, maka pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN mulai memperkenalkan konsep Good Corporate Governance di lingkungan BUMN.

Melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang penerapan praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagai landasan operasionalnya, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

Pemerintah memberikan dorongan yang  kuat terhadap implementasi GCG di Indonesia. Bukti dari kepedulian pemerintah dapat dilihat dari dibuatnya berbagai regulasi yang mengatur tentang GCG. Berawal dari Dibentuknya Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menko Ekuin Nomor : KEP/31/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG, menerbitkan pedoman GCG Indonesia kemudian dilanjutkan dengan dibentuknya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) sebagai pengganti KNKCG melalui Surat Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor : KEP/49/M.EKON/11/2004. Terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi. Kemudian juga dikeluarkan SE Ketua Bapepam Nomor Se-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten, dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang GCG yang dirubah dengan PBI No. 8/14/GCG/2006.
Implementasi GCG di BUMN dapat dilihat dengan adanya peraturan-peraturan yang mendukungnya seperti :

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Nomor Kep-133/M-PBUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 Tentang Pedoman umum pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN.
Keputusan Menteri BUMN No. 09A/MBU/2005 Tentang Proses Penilaian Fit & Proper Test Calon Anggota Direksi BUMN
SE Menteri BUMN No. 106 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri BUMN No. 23 Tahun 2000 – mengatur dan merumuskan  pengembangan praktik good corporate governance dalam perusahaan perseroan.
Disempurnakan dengan KEP-117/M-MBU/2002 tentang Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN.
Komitmen GCG juga diberlakukan pada sektor swasta non-BUMN. Pada tahun 2000, Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) memberlakukan Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-315/BEJ/062000 perihal Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai Komisaris Independen, Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan di dalam memenuhi kewajiban keterbukaan informasi serta mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan informasi yang material dan relevan. Selain itu juga dibentuknya berbagai organisasi dan perkumpulan yang mendukung pelaksanaan dari GCG itu sendiri seperti lahirnya Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA), Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI), Asosiasi Auditor Internal (AAI), Klinik GCG Kadin, dan lahirnya Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI) yang kegiatannya antara lain mengadakan Forum LKDI untuk membahas berbagai hal seperti tanggung jawab hukum bagi Komisaris dan Direksi, undang-undang pencucian uang dan sebagainya.
Kesimpulanya, masih banyak yang harus dibenahi dan terus dikembangkan pelaksaanaan GCG di Indonesia. Karena tindak kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang marak di Indonesia mengartikan GCG masih belum dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan GCG di Indonesia tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Tapi memerlukan Integrasi dari seluruh komponen bisnis. Agar dapat dicapai suatu perusahaan bersih yang dapat disebut Good Corporate Governance.


No comments:

Post a Comment