Istilah Corporate
Governane pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun
1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager
dkk., 2003). Definisi Good Corporate Governance dari Cadbury
Committee yang berdasar pada teori stakeholder adalah sebagai berikut
: “A set of rules that define the
relationship between shareholders, managers, creditors, the government,
employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and
responsibilities” (seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para
pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka.
Pengertian lain
menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG
dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), Good Corporate
Governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam
pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan
perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.
Good Corporate
Governance di Indonesia mulai ramai dikenal pada tahun 1997 saat terjadi
krisis ekonomi Indonesia. Terdapat banyak akibat buruk dari krisis tersebut,
salah satunya banyaknya perusahaan yang
jatuh karena tidak mampu bertahan, Corporate governance yang buruk
disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia
yang efeknya masih terasa hingga saat ini. Menyadari situasi ini, maka pemerintah
melalui Kementerian Negara BUMN mulai memperkenalkan konsep Good Corporate
Governance di lingkungan BUMN.
Melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No.
Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang penerapan praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban
bagi BUMN untuk menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten
dan atau menjadikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagai
landasan operasionalnya, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Pemerintah
memberikan dorongan yang kuat terhadap
implementasi GCG di Indonesia. Bukti dari kepedulian pemerintah dapat dilihat
dari dibuatnya berbagai regulasi yang mengatur tentang GCG. Berawal dari
Dibentuknya Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate
Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menko Ekuin Nomor : KEP/31/M.EKUIN/08/1999
tentang pembentukan KNKCG, menerbitkan pedoman GCG Indonesia kemudian
dilanjutkan dengan dibentuknya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
sebagai pengganti KNKCG melalui Surat Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor
: KEP/49/M.EKON/11/2004. Terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite
Korporasi. Kemudian juga dikeluarkan SE Ketua Bapepam Nomor Se-03/PM/2000
tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh
setiap Emiten, dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang GCG
yang dirubah dengan PBI No. 8/14/GCG/2006.
Implementasi GCG
di BUMN dapat dilihat dengan adanya peraturan-peraturan yang mendukungnya
seperti :
Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Nomor Kep-133/M-PBUMN/1999 tentang
Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
Peraturan
Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 Tentang Pedoman umum pelaksanaan Pengadaan
Barang dan Jasa BUMN.
Keputusan
Menteri BUMN No. 09A/MBU/2005 Tentang Proses Penilaian Fit & Proper Test
Calon Anggota Direksi BUMN
SE Menteri BUMN
No. 106 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri BUMN No. 23 Tahun 2000 – mengatur dan
merumuskan pengembangan praktik good corporate governance dalam
perusahaan perseroan.
Disempurnakan
dengan KEP-117/M-MBU/2002 tentang Keputusan Menteri BUMN Nomor
Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance Pada BUMN.
Komitmen GCG
juga diberlakukan pada sektor swasta non-BUMN. Pada tahun 2000, Bursa Efek
Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) memberlakukan Keputusan Direksi PT. Bursa
Efek Jakarta Nomor Kep-315/BEJ/062000 perihal Peraturan Pencatatan Efek Nomor
I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai Komisaris Independen,
Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan di dalam memenuhi
kewajiban keterbukaan informasi serta mewajibkan perusahaan tercatat untuk
menyampaikan informasi yang material dan relevan. Selain itu juga dibentuknya
berbagai organisasi dan perkumpulan yang mendukung pelaksanaan dari GCG itu
sendiri seperti lahirnya Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), Indonesian Institute for Corporate
Directorship (IICD), Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA),
Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI), Asosiasi Auditor Internal (AAI), Klinik
GCG Kadin, dan lahirnya Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI) yang
kegiatannya antara lain mengadakan Forum LKDI untuk membahas berbagai hal
seperti tanggung jawab hukum bagi Komisaris dan Direksi, undang-undang
pencucian uang dan sebagainya.
Kesimpulanya, masih
banyak yang harus dibenahi dan terus dikembangkan pelaksaanaan GCG di
Indonesia. Karena tindak kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang marak di
Indonesia mengartikan GCG masih belum dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan
GCG di Indonesia tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Tapi memerlukan
Integrasi dari seluruh komponen bisnis. Agar dapat dicapai suatu perusahaan
bersih yang dapat disebut Good Corporate Governance.
No comments:
Post a Comment